Rabu, 31 Maret 2010

BEKAL SEORANG DA’I


{ وَأَعِدّوا لَهمْ مَا اسْتَطَعْتمْ مِنْ قوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ ترْهِبونَ بِهِ عَدوَّ اللَّهِ وَعَدوَّكمْ }
 “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu …..”
حَدَّثَنَا عَبْد اللّهِ بْن مَسْلَمَةَ : حَدَّثَنَا حَاتِم بْن إِسْمَاعِيلَ، عَنْ يَزِيدَ بْنٍ أَبِي عبَيدٍ قَالَ : سَمِعْت سَلَمَةَ بْنَ الأَكْوَعِ (2) رضي الله عنه قَالَ : « مَرَّ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم علَى نَفرٍ مِنْ أَسْلَمَ يَنتَضِلونَ، فَقَالَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : " ارْموا بَنِي إِسْمَاعِيلَ، فَإِنَّ أَبَاكمْ كَانَ رَامِيا، ارْموا وَأَنَا مَعَ بَنِي فلَانٍ " . قَالَ : فَأَمْسَكَ أَحَد الفَرِيقَيْنِ بِأَيْدِيهِمْ، فَقَالَ رَسول اللّهِ صلى الله عليه وسلم : " مَا لَكمْ لَا تَرْمون ؟ " قَالوا : كَيْفَ نَرْمِي وَأَنْتَ مَعَهمْ ؛ قَالَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : " ارْموا فأنا مَعَكمْ كلِّكمْ »[1]
telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Ismail, dari Yazid bin Abi ‘Ubaid, ia berkata: aku telah mendengar Salamah bin Akwa’ ra berkata: “suatu ketika Nabi melewati kelompok Aslam, mereka saling berlomba-lomba memanah, maka Nabi bersabda: “lemparlah bani Ismail, karena bapak kalian adalah seorang pelemparm, dan lemparlah! Aku  bersama bani fulan”. Ia berkata: salah satu dari dua kelompok itu berhenti dari melempar, maka Rosulullah saw berabda: “kenapa kalian tidak melempar?” mereka menjawab: bagaimana kami melempar sedangkan engkau bersama mereka; lalu Nabi saw bersabda: “ lemparlah, aku bersama kalian semua”
Penjelasan Hadits:
Pelajaran dakwah yang bisa diambil:
Pada hadits ini terdapat pelajaran dan faidah dakwah, di antaranya: 
1. Persiapan untuk berjihad dan motivasi untuk itu. 
2. Sifat keberanian (syaja’ah) 
3. Ahlak yang baik (husnul Khulqi)
4. Akhlak sopan para sahabat terhadap Nabi 
5. Di antara sarana dakwah: suri tauladan yang baik.
Pertama: (dari materi dakwah) persiapan untuk berjihad dan memotivasi untuk itu, melatih mujahidin berperang ketika masa-masa damai, seperti melatih melempar dan selainnya dari alat-alat modern sekarang, seperti pelatihan tank, kendaraan lapis baja, pesawat tempur dan kapal perang dll. Oleh karena itu Rosulullah saw memerintahkan para sahabat dalam hadits ini sebagai pelatihan dan pengajaran, ia bersabda ; “lemparilah bani Ismail, karena bapak kalian adalah pelempar”
Adapun yang di maksud dengan I’dad dua I’dad Maddi (persiapan materi) dan I’dad imani (persiapan iman), dan tidak boleh membatasi I’dad dengan salah satunya. Adapun yang dimaksud dengan I’dad maddi adalah yang disebutkan dalam surat Al Anfaal, Alloh berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَ عَدُوَّكُمْ وَأَخَرِيْنَ مِنْ دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمْ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Alloh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”[2].
Dan penafsiran ayat ini telah disebutkan dalam sebuah hadits marfu’ sehingga tidak menyisakan tempat untuk mentakwilkannya atau membawa pengertian ayat tersebut kepada pengertian yang tidak dimaksudkan oleh ayat tersebut. Imam Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata bahwasannya Rosululloh SAW , membaca ayat ini kemudian bersabda:

ألا إن القوة الرمي

“Ingatlah bahwasannya kekuatan itu adalah melempar (memanah)”. Beliau mengucapkannya tiga kali.
            Oleh karena itu tidak boleh membawa pengertian ayat ini kepada pengertian I’dad imani dan tarbiyah. Dan I’dad maddi mencakup mempersiapkan orang, senjata dan harta. Dan ayat tersebut diatas menyebutkan dengan jelas persenjataan dan harta, dan menyebutkan orang secara isyarat. Namun mempersiapkan orang ini terdapat dalam ayat-ayat lain. Seperti firman Alloh :

يَأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِ

“Hai Nabi, hasunglah orang-orang mu’min untuk berperang”[3]
            Dan juga firman Alloh :

فَقَاتِلْ فِي سَبِيْلِ اللهِ لاَ تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَسَى اللهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا

“Maka berperanglah kamu pada jalan Alloh, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Dan hasunglah orang-orang mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Alloh menolak  serangan orang-orang yang kafir itu”[4]. Dan juga firman Alloh :

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا كُونُوا أَنْصَارُ اللهِ

“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian sebagai pembela-pembela Alloh”.[5]
            Ibnu Taimiyyah berkata bahwasannya jika kewajiban jihad itu gugur karena ketidak mampuan maka wajib mempersiapkan kekuatan dan kuda yang ditambatkan. (Majmuu’ Fataawaa, XXVIII / 259) Dan Alloh menjadikan I’dad ini sebagai pertanda benarnya keimanan dan sebagai pembeda antara orang beriman dengan orang munafiq, dalam firmanNya :
وَلَوْ أَرَدُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللهُ انْبِعَثَاهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيْلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِيْنَ لَوْ خَرَجُوا فِيْكُمْ مَازَادُوكُمْ إِلاَّ خَبَالاَ وَلَأَوْضَعُوا خِلاَ لَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيْكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Alloh tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Alloh melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka:”TinggAlloh kamu bersama orang-orang yang tinggal itu”. Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka bergegas-gegas maju ke muka dicelah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan diantaramu, sedang diantara kamu ada yang amat suka mendengarkan perkataan mereka”.[6]
            Dalam ayat ini Alloh menjelaskan bahwa orang munafiq yang meninggalkan I’dad itu sebelumnya secara taqdir Alloh telah mentelantarkannya. Dan sesungguhnya hal ini adalah merupakan rahmat dari Alloh kepada orang-orang yang benar-benar beriman, seandainya mereka ikut keluar bersama mereka, pasti orang-orang munafiq itu  hanya membuat kerusakan dan fitnah. Apalagi ada sebagian orang-orang beriman yang berbaik sangka kepada orang-orang munafiq itu.[7]
وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقْرَأُ { وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ } - الْآيَةَ أَلَا إنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ، أَلَا إنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ، أَلَا إنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .[8]
Dari Uqbah bin Amr ra. Ia berkata: aku mendengar Rosulullah saw berkhutbah di atas mimbar : dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu ada pada melempar, dan ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu ada pada melempar)
sesungguhnya ketika melempar itu lebih memungkinkan untuk menang dari musuh dan lebih bermanfaat, maka Rasulullah saw langsung menafsirkan dan menyebutkannya secara khusus, bahkan Rosulullah saw menta’kidnya tiga kali; karena mengalahkan musuh dengan panah bisa menyentuh musuh baik yang pemberanai dan kuat dan selain mereka, berbeda jika menggunakan pedang atau tombak, maka tidak bisa seluruhnya mengalahkan musuh kecualil mereka-mereka yang pembereni dan sudah terbiasa, adapun melempar atau memanah kalau sekarang di zaman modern menembak terkadang bisa menyentuh komandan-komandan musuh dan selanjutnya akan memporak-porandakan tentaranya, itulah faidahnya dan masih banyak lagi faidah dari melempar.
Oleh karena itu seyogyanya bagi kaum muslimin untuk betul-betul memperhatikan persiapan untuk berjihad di jalan Allah Azza Wajalla.[9]
Kedua: Dari sifat seorang da’i: Keberanian
Hadits ini menunjukkan sesungguhnya keberanian merupakan sifat yang terpuji, maka seyogyanya seorang da’i yang menyeru kepada Allah swt untuk memiliki sifat ini; karena itu Rosulullah menyebutkan bahwasannya Ismail saw seorang pelempar sejati, dan ini menunjukkan sifat keberaniannya, dan pengetahuannya yang luas tentang peperangan.
Dan sifat keberanian dan sabar akan membantu seorang da’i dan menjadikannya kuat dalam mengemban dakwah ini
Ketiga: Dari sifat seorang da’i: Akhlaq yang baik
Tampak pada hadits ini budi pekerti Nabi saw yang baik, rendah diri sama sahabat-sahabatnya, bergabung bersama mereka ketika melempar, dan member motivasi kepada mereka untuk melempar, beliau bersabda: “lemparlah dan aku bersama kelompok fulan” dan tatkala Nabi melihat kelompok kedua sangat antusias mengikuti Nabi melempar, Rosulullah saw bersabda: “lemparlah dan aku bersama kalian semua”.. Al-Hafidz ibnu Hajar rahimahullah ketika menyebutkan faidah dari hadits ini ia berkata: “ di dalam hadits ini terdapat budi pekerti yang baik yang di tunjuki oleh Rosulullah dan pengetahuan beliau tentang peperangan.
Akhlaq yang baik di sini bisa kita bagi menjadi dua:
1.                  Berakhlaq baik kepada Allah swt; dengan menerima hukum-hukum syareat dan takdirnya dengan lapang dada, tunduk kepada syareatnya, dan bersyukur atas nikmat yang telah diberikannya.
2.                  Berakhlaq baik kepada sesama makhluk; dengan mencurahkan kederamwaannya kepada yang lain, sama menanggung penderitaan dan menjauhkan penderitaan dari yang lain. Sebagaimana firman Allah swt:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
artinya: “jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”[10]
Maka seharusnyalah sebagai seorang muslim dan terkhusus seorang da’i untuk memiliki budi pekerti yang baik dengan Allah swt dan makhluk-Nya.
Keempat: Adab yang baik yang ditunjukkan oleh sahabat kepada Rosulullah saw
Dalam hadits ini sangat jelas sekali menunjukkan adab para sahabat radliallah anhum bersama Nabi saw; oleh karena itu mereka tidak melempar; di karenakan Nabi saw bersama kelompok yang lain, karena mereka takut kalau lemparan mereka mengenai Nabi saw.
Kelima: Dari sarana dakwah: suri tauladan yang baik
Sesungguhnya suri tauladan yang baik merupakan salah satu sarana dakwah kepada Allah swt; karena sesungguhnya Nabi saw memuji Nabi Ismail saw; di karenakan ia seorang pelempar sejati, di sini menunjukkan isyarat untuk mengikutinya dan terdapat isyarat untuk mengikuti bapak-bapak dalam amal-amal yang terpuji.
Oleh karena itu maka seorang da’i harus bisa menjadi seorang suri tauladan yang baik bagi mad’u, dan menunjukkan agar mengukuti apa yang dikerjakan oleh para nabi dan orang-orang shaleh.
Rasulullah saw. dan para sahabat adalah contoh terbaik dalam hal keteguhan dan konsitensi mereka dalam dakwah. Di samping Rasulullah saw. yang tidak perlu lagi dijelaskan bagaimana penderitaan yang dialaminya akibat mengemban dakwah, kita juga mengetahui dengan baik bagaimana, misalnya, siksaan yang sangat sadis yang dialami oleh Bilal dan keluarga Yasir, tetapi mereka toh tetap sabar dan teguh. Karena itu, sebagai generasi pengganti para sahabat pada masa sekarang ini, setiap pengemban dakwah harus senantiasa menghidupkan ingatannya pada sejarah mereka dan apa yang mereka alami. Dengan begitu, setiap pengemban dakwah dapat selalu meneladani mereka dalam hal keteguhan dan konsistensi mereka di atas kebenaran sampai mereka mendapatkan pertolongan Allah Swt.[11] Oleh karena itu maka seorang da`i haruslah menjadikan Rasulullah saw. dan para sahabatnya sebagai suri tauladan sebagaimana firman Allah swt “لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا” artinya: “.Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”[12] yang selanjutnya ia akan dijadikan suri tauladan oleh mad’unya.

MAROJI’
1.      Al-Qur’an Al-Kariem
2.      Shahih Al-Bukhori (Maktabah Syamilah)
3.      Subulus Salam (Maktabah Syamilah)
4.      I’dad dan ‘Adalah oleh Syaikh ‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz
5.      Fiqud Da’wah Fie Shahih Al-Bukhori oleh Said bin Ali bin Wahab Al-Qahthani
6.      Maktabah As-Syekih  Abdurrahman As-Sa’di  
7.      Keteguhan Dalam Mengemban Dakwah Oleh Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaydhah


[1] Shahih Al-BuKhori juz: 3 hal. 1062 no. 2743
[2] QS. Al Anfaal : 60
[3] QS. Al Anfaal : 65
[4] QS. An Nisaa’ : 84
[5]QS. Ash Shaff : 14
[6] QS. At Taubah : 46-47
[7] I’dad dan ‘Adalah oleh Syaikh ‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz
[8] Subulus Salam juz: 6 hal. 256 no. 1236
[9] Fiqhudda’wah
[10] Maktabah As-Syekh  Abdurrahman As-Sa’di   juz: 7 hal. 196
[11] Keteguhan Dalam Mengemban Dakwah Oleh Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaydhah
[12]Q.S  Al-Ahzab: 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar